Bukan Hanya Sekedar ” Ayah Aku Ingin Menikah “

0
924

Berbicara mengenai Pernikahan, bukan hanya berbicara mengenai aku, dia atau kamu, Bahkan pembahasan ini akan menyangkut dua keluarga yang sebelumnya belum saling kenal atau bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya

Tulisan ini sengaja saya tulis, karena seringnya saya di tanya oleh kawan-kawan saya, baik satu almamater atau bahkan kawan dekat saya tentang kapan saya menikah

Jujur saya katakan, Bukan saya takut menikah atau bagaimana . Akan tetapi Menikah itu bukan hanya saya ingin menikah saja, disana sudah pasti ada tanggung jawab yang akan kita pikul, terlebih lagi jika kita termasuk anak yang manja atau masih ada ketergantungan dengan orang tua

Berbicara tentang pernikahan, saya teringat sebuah kalimat dalam buku “ Parasit Lajang ” : “ Berkeluarga itu kan tidak boleh main-main, sekali kamu menikah sebaiknya kamu tidak cerai. Sekali kamu punya anak, kamu tidak bisa memasukkannya lagi ke dalam perut dan mengurainya kembali kepada sperma dan sel telur. Berkeluarga adalah kontrak seumur hidup. Artinya, yang mampu silahkan melakukannya”

Tiba-tiba kalimat ini menempel terus di pikiran saya dan membuat saya menyadari satu hal: Ini lebih dari sekedar kata-kata “ Aku ingin menikah ” seperti yang selalu diucapkan oleh kebayakan kita dan teman-teman yang lain atau bahkan penulis juga. Saya menjadi semakin ingin belajar untuk memaknai arti “pernikahan” itu sendiri.

Mungkin, kita bisa menyadari satu hal bahwa memutuskan menikah dan berkeluarga itu memerlukan tanggung jawab yang besar. Lantas, memilih untuk menikah sepertinya tidak boleh main-main karena kita harus siap dengan segala konsekuensinya. Maka dari itu, yang dibutuhkan adalah kesadaran dan sebuah tekad yang kuat dan bulat bukan paksaan. Iya, bukan paksaan keluarga apalagi ikut-ikut kawan yang menikah, kemudian kita ” Kebelet ” menikah

Saat memutuskan berkeluarga, kita harus siap belajar. Saya percaya bahwa tingkat pendidikan dan keshalihan seseorang tidak menjamin tingkat keberhasilan membina rumah tangga. Kita adalah pemain baru dalam fase kehidupan ini, untuk itu kita harus bisa menurunkan ego untuk sama-sama belajar bertanggung jawab.

Sebetulnya, membicarakan tentang pernikahan sepertinya memang agak aneh ya, apalagi yang menulis adalah orang yang belum pernah menikah, hehe seperti saya. Namun, hari ini saya menjadi bertanya-tanya pada diri sendiri apakah sebetulnya saya sudah siap menikah atau belum dan sepertinya perkataan “aku ingin menikah” itu tidak sama dengan “aku siap menikah”. Menikah itu tentang kesiapan dan niat serta sebuah tekad yang kuat, bukan tentang status sosial.

Mungkin selama ini kita hanya fokus pada keinginan menikah itu sendiri, sedangkan tanpa disadari kita belum mempersiapkan apapun. Atau mungkin, selama ini kita terlalu fokus mencari pasangan, sedangkan kita lupa mempersiapkan diri dan lupa meminta kepada Allah agar dipantaskan. Oh ya, Saya lupa mempersiapkan diri itu bukan hanya tentang mempersiapkan materi seperti rumah, kendaraan, penghasilan, dan sebagainya., namun juga mempersiapkan batin dan pengetahuan kita akan hingar-bingar biduk rumah tangga

Sangat klise memang ketika banyak motivator mengatakan tentang teori “memantaskan diri”. Awalnya mungkin kita sering mengatakan “sedang memantaskan diri” setiap membahas tentang pasangan, menikah, dan sebagainya. Namun, yang kita lakukan sebetulnya belum benar-benar berusaha “memantaskan diri” dan sepertinya Allah pun melihat kita seperti itu, belum siap untuk menikah.

Coba deh kita pikirkan, sebetulnya mempersiapkan diri itu bisa dilakukan dengan banyak hal, misalnya kita mencoba lebih aware dengan lingkungan sekitar, karena awareness itu harus dilatih agar nantinya kita bisa lebih aware dengan pasangan hidup dan keluarga. Untuk hal ini, saya sedang berusaha keras karena pada dasarnya saya orang yang cukup cuek. Saya belajar untuk lebih aware dengan sahabat-sahabat saya, memperhatikan hal-hal kecil yang ada di sekitar saya, dan berusaha untuk tidak mudah melupakan sesuatu. Bagi orang-orang yang memiliki kesulitan untuk mengatakan hal apapun (seperti ketidak nyamanan, dsb), kita juga bisa belajar loh untuk mengkomunikasikan hal tersebut dengan memulainya dari lingkungan sekitar kita. Komunikasi itu sangat penting dan kurangnya komunikasi menjadi salah satu penyebab retaknya hubungan rumah tangga.

Di samping itu, kita juga bisa belajar untuk hidup sehat. Kita bisa memulai dari menjaga kesehatan diri kita dengan mengatur pola makan, masak masakan yang sehat, dsb. Sebetulnya banyak sekali proses belajar yang bisa dilakukan. Sebagai wanita muslim misalnya, kita bisa belajar tentang fiqih wanita dan mempelajari bagaimana peran wanita dalam keluarga. Ingat ya, wanita itu berperan penting dalam melahirkan generasi-generasi yang baik dan wanita juga berperan penting dalam keberhasilan seorang laki-laki. Seorang laki-laki pun bisa mempelajari peran-perannya sebagai “pemimpin” dalam keluarga. Yaps, you will be a leader !

Hmm, it is just my personal opinion tentang proses mempersiapkan diri yang bisa kita lakukan di tengah-tengah usaha mencari pasangan itu sendiri. Kita jangan lupa untuk melibatkanNya dalam setiap usaha yang kita lakukan dengan tidak pernah putus berdoa dan meminta. Percaya, Tuhan pasti akan melihat usaha yang kita lakukan dan melihat bahwa kita sudah “siap” menikah.

Saya sangat suka sekali dengan kutipan kalimat dari salah satu penulis favorite saya, Tere Liye dalam novelnya: RINDU:

“Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apapun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya. Jika pun kau akhirnya tidak memiliki, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik”

Saya sangat yakin bahwa Tuhan tidak akan memutus jalan bagi umatNya untuk menikah, karena ini adalah salah satu bentuk ibadah. Kenapa islam sangat menganjurkan umatnya untuk hidup berpasang-pasangan dan memiliki keturunan? Ya, karena dari situlah akan lahir generasi-generasi baru yang akan menjaga bumi ini, masih ingat kan kenapa manusia diciptakan? Karena kita memiliki peran sebagai khalifah di bumi untuk menjaga ciptaanNya, termasuk menjalankan roda pemerintahan, menciptakan inovasi dan kemudahan-kemudahan bagi manusia, menjalankan roda perekonomian, dsb.

Wow, ternyata tanggung jawab tersebut tidak main-main kan?

Percayalah….

“Cinta sejati selalu menemukan jalan. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah namanya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Kebetulan yang menakjubkan. Kalau kau tidak bertemu, berarti bukan jodoh. Sederhana sekali.” [Kau, Aku, & Sepucuk Angpau Merah, Tere Liye]

Lantas, mari mempersiapkan diri dengan belajar apapun, sembari menanti kejutan apa yang akan Tuhan hadiahkan untuk orang-orang yang bersabar, yakin, dan optimis!

Salam Dari Kota Suci Umat Islam Madinah Nabawiyyah

Musa Jundana Ihsan

  • Artikel ini diposting oleh Website Seindah Sunnah
  • Mohon menyebutkan link dari kami jika antum mengutip dari kami
  • Tanya Jawab Seputar Universitas Islam Madinah ke +62 8528 33322 39 atau klik ini 
Segera daftarkan nomer antum untuk mendapatkan Broadcast Dakwah WhatsApp Seindah Sunnah, klik ini
  • Kurma Ajwa Nabi Asli Madinah Grosir dan Eceran klik ini
Dukung Seindah Sunnah dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
  • IKLAN di Website ini hubungi WhatsApp berikut : +62 8528 333 22 39
  • REKENING DONASI : Bank Syariah Indonesia 454-730-6540 a.n. Musa Jundana
  • Mohon untuk konfirmasi donasi ke WhatsApp berikut : +62 8528 333 22 39

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.